Masyarakat Tengger merayakan upacara adat Yadnya Kasada. setiap bukan Kasada hari ke 14 dalam penanggalan kalender tradisional Hindu Tengger atau juga kalender jawa di tengah erupsi Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Erupsi diyakini oleh warga Tengger sebagai pengingat agar semakin mencintai alam.
Rangkaian upacara Kasada digelar sejak malam pagi. Yadya Kasada dilakukan malam hari di Pendopo Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Probolinggo.
Selanjutnya, warga Tengger dari empat wilayah di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Malang, menggelar ritual Yadnya Kasada di Pura Poten, Probolinggo. Di Poten, warga Tengger datang dengan membawa ongkek (sesajen) yang akan dilarung ke kawah Bromo.
Di pura itu, seluruh ongkek didoakan sebelum dilarung. Ongkek berupa hasil bumi, seperti sayuran, bunga, buah, dan hewan ternak seperti ayam dan kambing.

Prosesi larung ongkek dilakukan sekitar pukul 04.30 bersama-sama seluruh perwakilan empat daerah dan dilanjutkan secara individu oleh keluarga-keluarga Tengger hingga Kamis siang.
Asal mula nama suku Tengger diambil dari nama Rara Anteng dan Jaka Seger. Keduanya membangun pemukiman dan memerintah di kawasan Tengger ini kemudian menamakannya sebagai Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger atau artinya “Penguasa Tengger yang Budiman”
”Ada atau tidaknya erupsi Bromo, upacara Kasada tetap digelar karena merupakan adat istiadat Tengger. Erupsi adalah berkah. Momen bersama antara Kasada dan erupsi ini. Warga Tengger seakan diingatkan kembali untuk teguh memegang ajaran Tri Hita Karana, yaitu ajaran harmonis antara manusia dan Tuhannya, manusia dan alam, dan manusia dan sesama manusia,” kata Supoyo, tokoh adat Tengger Desa Ngadisari, seusai resepsi Yadnya Kasada, Kamis.
Perayaan Kasada bersamaan dengan erupsi Bromo pernah terjadi pada tahun 2004. Kasada merupakan simbolisasi rasa syukur atas rezeki berlimpah untuk warga Tengger. Ucap syukur diwujudkan dengan melempar sesajen ke kawah Bromo.
”Kasada dan erupsi membawa pesan sama, yaitu kita harus menjaga dan melestarikan alam demi kehidupan kita. Jika kita tidak menjaga alam, alam tidak akan memberikan kita rezeki seperti ini,” kata Supoyo.

Hingga kini status Gunung Bromo tetap Waspada dengan rekomendasi dilarang mendekat radius 1 kilometer dari kawah aktif Bromo. Berdasarkan pemantauan di Pos Pantau Bromo di Cemorolawang, Desa Ngadisari, Kamis, Bromo mengeluarkan asap putih hingga kelabu setinggi 900 meter dari puncak. Asap mengarah ke barat daya dan selatan.
”Aktivitas seismik Bromo masih berupa tremor, dengan amplitudo maksimal 0,5 milimeter (mm)-7 mm, dominan 2 mm,” kata Ahmad Subhan, Kepala Pos Pantau Bromo Cemorolawang.